
DK-TANJUNGPINANG – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Irene Putrie, didampingi para Kepala Seksi pada Bidang Tindak Pidana Umum (Pidum) Kejati Kepri, serta Kajari Kepulauan Anambas Budhi Purwanto, S.H., M.H., melakukan ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap dua perkara kekerasan, yang digelar secara virtual di hadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum. Senin (29/9/25).
Perkara yang diajukan untuk penghentian penuntutan meliputi kasus Kekerasan Terhadap Anak dengan tersangka Roni Ardianza Lasut alias Roni Lasut dan Hazman, S.Ip alias Nanda, serta kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan tersangka Yulizar alias Botak Bin Demokrasi. Kedua perkara tersebut ditangani oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Anambas.
Kronologi Singkat Kasus
1. Kekerasan Terhadap Anak
Pada Jumat, 16 Mei 2025, sekitar pukul 15.30 WIB, di Dusun Tanjung Tebu, Desa Tarempa Timur, Kecamatan Siantan, Kab. Kepulauan Anambas, tersangka Roni Lasut dan Hazman secara bergantian memukul korban, M. Davi Alzani (13 tahun), mengenai pipi dan telinga korban, sehingga menimbulkan luka dan rasa sakit.
2. KDRT oleh Orang Tua
Pada Kamis, 15 Mei 2025, sekitar pukul 20.30 WIB di warung kopi “Batu Lanting”, Desa Tarempa Timur, tersangka Yulizar memukul anak kandungnya, Davi Alzani, sebagai bentuk kemarahan atas dugaan pencurian besi oleh korban. Pukulan mengenai pipi korban dan menyebabkan rasa sakit.
Alasan Penghentian Penuntutan
Jampidum Kejagung RI menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif karena kedua perkara memenuhi syarat sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan SE Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022, yaitu:
1. Tersangka dan korban telah berdamai secara sukarela.
2. Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
3. Ancaman pidana tidak melebihi 5 tahun.
4. Tidak terdapat kerugian materil.
5. Tersangka mengakui kesalahan dan telah meminta maaf, serta korban telah memberikan maaf.
6. Pertimbangan sosiologis menunjukkan respons positif masyarakat demi menjaga harmoni sosial.
Langkah Selanjutnya
Kepala Kejari Kepulauan Anambas akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) atas dasar keadilan restoratif. Hal ini sebagai bentuk implementasi kepastian dan kemanfaatan hukum.
Penerapan kebijakan Restorative Justice ini diharapkan menjadi solusi hukum yang lebih humanis dan mampu menghindari rasa ketidakadilan, terutama bagi masyarakat kecil. Namun, Kejati Kepri menegaskan bahwa keadilan restoratif bukan ruang pengampunan untuk pelaku yang mengulangi tindak pidana.
Komitmen Kejati Kepri
Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau terus berkomitmen mengedepankan penyelesaian perkara secara adil dan proporsional dengan pendekatan keadilan restoratif. Prinsip ini menekankan pemulihan terhadap korban, pertanggungjawaban pelaku, dan menjaga harmoni sosial dalam masyarakat.
Upaya ini sejalan dengan pembaruan sistem peradilan pidana yang menjunjung asas cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta menjawab kebutuhan keadilan di tengah masyarakat.