OPINI  

Kemanakah Pemerintah saat Laut Kami Dijarah?

lIlegal fishing merajalela di Natuna

Ilegal fishing di natuna (Dok: Lia dkk)

DK – Opini – Indonesia adalah negara dengan ribuan pulau dan dikenal di seluruh dunia sebagai negara maritim. Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat melimpah dengan luas wilayah perairan 71% dan 29 % lainnya merupakan daratan, hal ini dikarenakan bangsa Indonesia memiliki sumber daya alam dan laut yang sangat besar. Kedaulatan negara tidak hanya berfokus pada batas darat tetapi juga laut yang membentang luas. Salah satunya Natuna yang merupakan perairan kaya akan sumber daya laut. Natuna merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Natuna terletak di jalur pelayaran internasional yang memiliki berbagai macam sumber daya alam, salah satunya perikanan. Wilayah perairan Natuna yang kaya akan sumber daya perikanan rentan terhadap perampokan oleh nelayan asing dan menjadi tempat penjarahan oleh kapal-kapal asing untuk melakukan praktik ilegall fishing yang semakin merajalela. Kasus ini sudah lama terjadi, tercatat dari tahun 2016 hingga kini, Kemanakah Pemerintah Saat Laut Kita Dijarah?

Pemerintah kerap kali mengatakan bahwa sudah melakukan patroli, menenggelamkan kapal asing serta membentuk berbagai satuan tugas. Tapi faktanya, penangkapan ikan secara illegal hingga pada saat ini masih sering terjadi. Kapal-kapal asing dengan seenaknya masuk tanpa izin ke perairan Natuna, hal ini membuat nelayan-nelayan lokal di Natuna menjadi khawatir dan merasa terancam karena merasa tidak dilindungi di laut sendiri. Mereka tidak hanya kehilangan hasil laut tetapi mereka juga kehilangan hak atas wilayah perairan, kehilangan potensi ekonomi, dan lebih mirisnya lagi rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah negara. Perairan Indonesia seharusnya menjadi prioritas, bukan hanya sebagai konsumsi publik. Pemerintah tidak cukup jika hanya merespon untuk menenangkan situasi terkini tetapi juga harus memikirkan strategi jangka panjang, agar membuat para nelayan asing jera untuk masuk ke wilayah perairan Natuna.

Penangkapan ikan secara illegal oleh negara asing juga berdampak terhadap masyarakat di daerah pesisir. Selain itu, masyarakat juga merasakan kerugian akibat kasus illegal fishing. Masyarakat setempat tidak dapat menikmati hasil laut di negara mereka sendiri. Penangkapan ikan secara ilegal menjadi persoalan yang muncul akibat tumpang tindihnya regulasi yang menciptakan kebingungan dalam pengelolaan sumber daya oleh instansi pemerintah, yang pada gilirannya menciptakan celah hukum bagi individu yang terlibat dalam kejahatan tersebut. Hal ini menyebabkan, setiap tahun Indonesia mengalami kerugian triliunan rupiah karena praktik penangkapan ikan ilegal.

Salah satu faktor yang memperburuk situasi adalah lemahnya mekanisme pengawasan di laut yang belum berjalan optimal. Hal ini disebabkan oleh tumpang tindih aturan yang mengatur kewenangan antar lembaga. Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang telah direvisi melalui UU No. 45 Tahun 2009, memberikan mandat pengawasan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun di sisi lain, fungsi serupa juga dijalankan oleh TNI AL dan aparat penegak hukum lainnya. Ketidakjelasan batas tugas antar instansi ini kerap menciptakan kebingungan operasional di lapangan, yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mencari celah hukum untuk melakukan praktik penangkapan ilegal. Selain itu, ego sektoral dan minimnya koordinasi antarlembaga sering kali menghambat respons cepat terhadap pelanggaran yang terjadi, sehingga memperlemah efektivitas penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia.

lIlegal Fishing adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal yang melanggar hukum dan aturan yang berlaku. Ilegal Fishing yang terjadi di Natuna dapat menghilangkan kesempatan ekonomi bagi nelayan lokal serta mengurangi pendapatan yang diperoleh negara dari industri perikanan. Berdasarkan Menteri kelautan dan Perikanan Republik Indonesia periode 2014-2019 ibu Pudjiastuti, kebijakan yang beliau lakukan Pada masa jabatannya, Susi mengeluarkan kebijakan menenggelamkan kapal asing untuk mengatasi adanya illegal fishing. Plt Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Agus Suherman mengatakan, sebanyak 558 kapal sudah ditenggelamkan selama Susi Pudjiastuti menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Banyak kapal yang beroperasi secara ilegal menggunakan perangkat tangkap yang merusak, seperti trawl atau pukat harimau. Hal ini mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang dan penurunan jumlah ikan, yang mengancam keberlanjutan sumber daya alam laut. Aktivitas penangkapan ikan ilegal di Natuna bukan hanya menjadi masalah di bidang ekonomi dan lingkungan, tetapi juga berhubungan dengan kedaulatan negara. Kehadiran kapal asing tanpa izin di zona ekonomi eksklusif Indonesia adalah bentuk pelanggaran terhadap hukum internasional dan merupakan tantangan terhadap integritas wilayah nasional.

Penanganan kasus illegal fishing di wilayah Natuna dapat diperkaya dengan belajar dari best practice sejumlah negara lain yang juga menghadapi tantangan serupa. Berbagai wilayah, baik di Indonesia maupun mancanegara, telah membuktikan keefektifan strategi yang tegas dan terpadu. Pada masa kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan (2014–2019), Susi Pudjiastuti, menenggelamkan 558 kapal asing sebagai upaya penegakan hukum untuk menciptakan efek jera. Sementara itu, salah satu contoh best practice lainnya yang dilakukan oleh Australia adalah penerapan Vessel Monitoring System (VMS) beserta patroli laut terpadu yang melibatkan otoritas perikanan, angkatan laut, dan kepolisian secara signifikan berhasil menurunkan praktik Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing).

Kasus illegal fishing yang terjadi di wilayah perairan Natuna merupakan masalah serius yang dapat merugikan Indonesia. Adanya aktivitas penangkapan ikan secara ilegal yang dilakukan oleh kapal asing, terutama dari negara-negara tetangga, mencerminkan lemahnya pengawasan laut kita dan menjadi ancaman bagi kelestarian sumber daya laut Indonesia. Hal ini membuat kita sebagai bangsa Indonesia menjadi prihatin karena melihat kekayaan laut kita dirampas secara tidak sah, sementara nelayan lokal seringkali kalah bersaing atau bahkan tidak berani melaut karena adanya kapal-kapal asing yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, hal ini juga memperlihatkan bahwa wilayah perbatasan kita masih rentan dan belum sepenuhnya terlindungi secara optimal. Ilegal fishing yang terjadi di Natuna adalah bentuk pelanggaran terhadap kedaulatan negara dan eksploitasi sumber daya alam.

Aktivitas penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna adalah bentuk perampasan terorganisir terhadap sumber daya nasional yang secara langsung mengancam kepentingan strategis Indonesia, serta memperlihatkan keterbatasan negara dalam menegakkan kontrol atas wilayah lautnya. Kehadiran kapal asing tanpa izin tidak hanya melanggar norma-norma hukum internasional, tetapi juga secara nyata merugikan nelayan lokal dengan menguras hasil laut yang menjadi sandaran utama mata pencaharian mereka. Akibatnya, hasil tangkapan menurun drastis, lingkungan laut rusak karena penggunaan alat tangkap yang merusak, dan distribusi pemanfaatan sumber daya menjadi semakin timpang. Ironisnya, situasi ini terus berulang akibat lemahnya sistem pengawasan di lapangan, yang diperparah oleh kerancuan regulasi, minimnya koordinasi lintas lembaga, serta belum terbangunnya sistem pengawasan kelautan yang efektif dan menyeluruh.

Negara terlihat belum hadir secara penuh dalam mengatasi persoalan ini, yang pada akhirnya membuka peluang bagi kejahatan perikanan untuk terus berlangsung dan mengikis wibawa nasional.  Mengingat posisi strategis Natuna yang sering menjadi objek manuver sepihak negara lain, perikanan ilegal di sana tidak bisa hanya dipandang sebagai urusan ekonomi. Lebih dari itu, persoalan ini menyangkut kedaulatan, ketidaksetaraan sosial, dan representasi tata kelola laut nasional yang belum optimal, yang mengimplikasikan perlunya tanggung jawab politik dan keberanian institusional untuk mengatasinya.

Untuk mengatasi masalah illegal fishing di Natuna, pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di laut melalui peningkatan jumlah patroli oleh TNI AL dan KKP. Penggunaan teknologi seperti drone maritim, satelit, dan sistem pemantauan kapal otomatis juga dapat membantu dalam mendeteksi pelanggaran secara cepat dan efisien. Di samping itu, kerja sama regional dan diplomasi maritim juga harus diperkuat agar negara-negara tetangga menghormati batas laut Indonesia. Memberdayakan nelayan lokal melalui pelatihan, bantuan alat tangkap yang modern, dan perlindungan hukum juga penting agar mereka bisa menjadi garda terdepan dalam menjaga laut Indonesia. Selain itu, digitalisasi pengawasan melalui penerapan Vessel Monitoring System (VMS) dan sistem pelaporan berbasis seluler juga dibutuhkan untuk meningkatkan akurasi pengawasan data. Dengan data yang akurat dan real time seperti itu, kemungkinan berjalannya kapal-kapal ilegal tanpa terdeteksi jadi lebih kecil. Hal yang tidak kalah penting adalah memberdayakan masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisional dan warga lokal yang berperan selaku coast guard yang berpotensi besar untuk digandeng. Mengajak mereka untuk berperan sebagai mata dan telinga di kawasan perairan dengan memberi imbalan uang yang cukup untuk setiap informasi akurat yang didapatkan. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah perlu meningkatkan pengawasan maritim atau patroli laut, pemberdayaan nelayan lokal serta menjalin hubungan kerja sama internasional dalam penegakan hukum kelautan untuk mengatasi permasalahan ini.

Harapan ke depannya adalah pemerintah lebih tegas dan konsisten dalam melindungi sumber daya perikanan, hak nelayan lokal, dan integritas batas maritim nasional di wilayah perairan Indonesia, termasuk wilayah perairan Natuna. Sudah saatnya Indonesia memperlihatkan bahwa kedaulatan wilayah tidak bisa ditawar, termasuk dalam konteks laut. Dengan penanganan yang lebih serius dan terpadu, diharapkan Indonesia dapat menjaga kedaulatan wilayah lautnya serta melindungi kepentingan nelayan lokal yang menjadi pihak paling terdampak. Masalah penangkapan ikan ilegal bukan sekadar persoalan perikanan, melainkan juga berkaitan dengan keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan kewibawaan negara dalam menjaga batas wilayahnya. Oleh karena itu, komitmen bersama antara pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat pesisir, dan kerja sama internasional menjadi kunci untuk mewujudkan laut Indonesia yang berdaulat, lestari, dan berkeadilan. Sudah saatnya Indonesia hadir secara nyata di lautnya sendiri.

Penulis Opini:

-Lia, Vanessa, Siska, Yesica, Annisa, Dewi

Bimbingan: Dr. Ir. khodijah Ismail M, Si

Editor: Herman