NATUNA  

Spekulasi Terkait Perubahan Perkada No 26 Tahun 2024 di Natuna: TPP dan Keabsahan Peraturan

“Tuntutan Klarifikasi dan Penjelasan dari Kabag Hukum Natuna“

Dok:Fiska

DK-Natuna Disahkannya Peraturan Kepala Daerah (Perkada) No 26 Tahun 2024 oleh Bupati Natuna, Wan Siswandi, memicu berbagai spekulasi di kalangan masyarakat.

Pasalnya, perubahan tersebut hanya terjadi pada pasal 53 yang menyebutkan mengenai pajak penghasilan atas Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) berdasarkan beban kerja yang dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah pada tahun anggaran berkenaan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keabsahan peraturan tersebut, terutama karena dalam perkada sebelumnya, yaitu No 2 Tahun 2023, TPP dibayarkan berdasarkan kemampuan keuangan daerah seperti yang tercantum dalam Pasal 47 ayat A.

Perubahan ini menjadi lebih kontroversial mengingat sebelumnya pembayaran TPP bisa tergantung pada kemampuan keuangan daerah, namun dengan perubahan dalam Perkada No 26 Tahun 2024 seolah-olah ada upaya untuk mengalihkan tanggung jawab pembayaran TPP dengan memperhitungkan beban kerja yang dibebankan pada anggaran daerah.

Hal ini menimbulkan keraguan mengenai apakah perubahan tersebut sah secara hukum dan apakah ada motif tersembunyi yang mendorong perubahan tersebut.

Sekretaris Daerah Natuna, Boy Wijarnako, saat dikonfirmasi mengenai keabsahan Perkada No 26 Tahun 2024, mengarahkan untuk bertanya lebih lanjut kepada Kabag Hukum.

Pernyataan ini menambah spekulasi, karena seharusnya pihak Sekda atau Kabag Hukum dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai proses hukum yang dilalui untuk perubahan peraturan tersebut.

Bahkan, menurut sumber yang dihubungi, terdapat dugaan bahwa perubahan tersebut terkait dengan ketidakterlaksananya pembayaran TPP pada bulan November dan Desember 2024.

Efendi, salah seorang yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon, menyatakan bahwa perubahan perkada tersebut merupakan usulan dari BPKSDM, yang kemudian diusulkan untuk diterbitkan oleh Pemkab Natuna.

Namun, ia menyarankan untuk bertanya lebih lanjut kepada dinas teknis terkait.

Meskipun demikian, kejelasan mengenai legalitas dan proses hukum yang mendasari perubahan perkada ini tampaknya masih kabur.

Anehnya, meskipun perubahan Perkada No 26 Tahun 2024 diusulkan oleh BPKSDM, proses telaah yang seharusnya dilakukan oleh Kabag Hukum Natuna sebelum pengesahan Perkada tersebut seolah-olah tidak dijalankan dengan baik.

Kabag Hukum Natuna diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih rinci dan menjawab pertanyaan yang timbul terkait proses perubahan dan dasar hukum yang mendasari keputusan tersebut.

Kejelasan ini penting agar tidak muncul kecurigaan bahwa ada hal-hal yang sengaja disembunyikan terkait perubahan tersebut.

Dengan semua spekulasi dan ketidakpastian ini, masyarakat dan awak media mendesak pihak Pemkab Natuna, khususnya Kabag Hukum, untuk segera memberikan penjelasan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai Perkada No 26 Tahun 2024.

 

Penulis: Fiska RamandaEditor: Herman