
DK-Tanjungpinang – Polemik perobohan Hotel Purajaya di Kota Batam semakin memanas. Panglima Daerah (Pangda) Gerakan Anak Melayu Negeri Riau (GAM NR), Said Ahmad Syukri atau yang akrab disapa Sas Joni, mengecam keras pernyataan Datok Basyaruddin Idris yang menuding nama Melayu dijual demi kepentingan bisnis lahan.
Menurut Sas Joni, Datok Basyaruddin Idris tidak memahami sepenuhnya persoalan ini, sehingga pernyataannya dinilai tidak pantas, terutama sebagai Ketua GM BP3KR dan pengurus Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri.
“Hotel Purajaya bukan sekadar bangunan, tapi bagian dari sejarah Melayu di Kota Batam. Perobohan yang dilakukan PT Pasifik Estatindo Perkasa tanpa perintah pengadilan sangat melukai hati tokoh dan masyarakat Melayu tempatan,” tegasnya, Kamis (27/3/2025).
Sas Joni menegaskan bahwa hotel tersebut adalah bukti eksistensi anak Melayu di bidang perhotelan, yang seharusnya dibanggakan dan dilindungi. Perobohan ini, katanya, merugikan masyarakat adat dan menghilangkan warisan sejarah daerah.
Ia juga mempertanyakan sikap Datok Basyaruddin yang dinilai tidak membela marwah anak Melayu.
“Permasalahan ini bukan sekadar urusan bisnis. Kita harus mempertahankan hak dan sejarah di tanah sendiri. Datok Basyaruddin seharusnya lebih memahami tonggak sejarah ini,” ujarnya.
Saat ini, pihak manajemen Hotel Purajaya bersama masyarakat adat Melayu Kota Batam dan DPR RI Komisi XI tengah menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk mencari solusi atas berbagai persoalan, termasuk perobohan gedung bersejarah, dugaan mafia lahan, serta konflik antara BP Batam dan PT Dani Tasha Lestari.
Polemik ini terus bergulir. Akankah suara masyarakat Melayu didengar, atau sejarah kembali terpinggirkan?