
DK-BINTAN – Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap dugaan pelanggaran kode etik Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Bintan masing-masing Sabrima Putra, Bambang dan Iskandar, serta Ketua Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau Zulhadril Putra tidak mencerminkan lembaga itu turut serta dalam mengawal Pilkada Bintan agar bermartabat dan berkeadilan.
Ketua Komunitas Bakti Bangsa Bintan Jerry Hartawan, yang mengikuti sidang dengan agenda putusan DKPP terhadap 14 perkara pelanggaran etik pada Senin 10 Maret 2025, merasa terkejut atas putusan DKPP yang menyatakan tidak terjadi pelanggaran etik penyelenggara pilkada terhadap perkara yang diadukan.
Sidang dengan agenda pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dalam perkara Nomor 42-PKE-DKPP/I/2025 tersebut hanya dilaksanakan sekali pada 12 Februari 2025 selama sekitar 5 jam, kemudian diputuskan hari ini.
“Bagaimana mungkin perkara sebesar itu diputuskan Yang Mulia DKPP setelah memeriksa para pihak hanya 5 jam? Tentu kami melihat ini bukan sesuatu yang lumrah, meski ini sudah menjadi prosedur yang dilaksanakan DKPP selama ini,” ujarnya.
Bila diteliti lebih mendalam sidang pemeriksaan pelanggaran kode etik tersebut, menurut dia tampak jelas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan secara sengaja yang dilakukan Ketua dan Anggota Bawaslu Bintan. Bawaslu Bintan bersikeras menyatakan bahwa tidak terjadi pelanggaran kampanye dalam kegiatan HUT Golkar ke-60 di Relief Antam, padahal ada sejumlah unsur dugaan pelanggaran yang dapat dikaji secara mendalam.
Misalkan, dalam kegiatan itu terdapat dugaan kampanye terselubung yang disampaikan secara lisan tentang bagi-bagi hadiah berupa motor dalam lainnya. HUT Golkar yang dilaksanakan dalam musim kampanye itu juga dihadiri kandidat pilkada, dan sejumlah orang mengenakan baju “Bintan Juara”, yang merupakan “tagline” dari pasangan nomor urut I, Roby Kurniawan-Deby Maryanti.
Ada pula pantun politik, yang pada musim pilkada ini tidak asing lagi:
Burung Kenek-Kenek Hinggap di Batu
Pesan Kakek-Nenek Coblos Nomor Satu.
Dalam perspektif pengetahuan umum, kajian semestinya berhubungan dengan keahlian. Pengadu melalui kuasa hukumnya, Rediston Sirait sudah menyampaikan bahwa tiga pimpinan Bawaslu Bintan itu tidak memiliki kompetensi untuk menganalisis apakah pantun dan sejumlah kalimat dalam satu tarikan nafas peristiwa di dalam acara HUT Golkar tersebut.
Uniknya, DKPP mengaminkan tindakan Bawaslu Bintan yang tidak meregistrasi laporan hasil pengawasan Panwaslu Bintan Timur. DKPP seolah-olah membenarkan tindakan Bawaslu Bintan yang tidak mandiri dalam menangani dugaan pelanggaran pilkada, karena langsung berkoordinasi dengan Gakkumdu dari unsur kejaksaan dan kepolisian.
DKPP juga mengabaikan substansi dari perkara, meski mendengar klarifikasi atau jawaban Bawaslu Bintan, yang tidak seirama dengan Ketua Bawaslu Kepri Zulhadril Putra. Tindakan Zulhadril Putra yang mencurigai terdapat dugaan pelanggaran kampanye juga diabaikan setelah Gakkumdu Bintan menyatakan bersinergi dalam mengawasi pilkada.
Sayangnya, Zulhadril tidak membawa permasalahan itu ke dalam rapat Bawaslu Kepri setelah mencium dugaan pelanggaran kampanye.
“Lagi-lagi DKPP membuat kesimpulan yang keliru, yang menyatakan bahwa sikap Zulhadril itu sebagai bentuk responsif untuk pencegahan. Seharusnya mempertanyakan kenapa tidak disampaikan kepada pimpinan lain di Bawaslu Kepri untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.
Jerry mengemukakan masyarakat dapat menilai bagaimana kinerja Bawaslu Bintan dan putusan DKPP. Komunitas Bakti Bangsa hanya mengambil peran sebagai kelompok masyarakat yang ingin menegakan demokrasi yang bermartabat dan berkeadilan dalam pilkada.
Komunitas Bakti Bangsa memastikan bahwa perjuangan komunitas belum berakhir, melainkan baru memasuki tahapan permulaan.
“Kami akan terus mengawasi, dan berjuang bersama dengan kelompok pro demokrasi bermartabat,” ucapnya.