
DK-Kepri Tiga Badan Pengusahaan (BP) di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengungkapkan sejumlah kendala dalam pengelolaan kawasan Free Trade Zone (FTZ) dan pencarian investasi. Dalam rapat yang digelar di Gedung Graha Kepri dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri pada Rabu (26/2/2025), Kepala BP Karimun Faisal Riza menyoroti ketidakjelasan status kelembagaan yang menjadi isu utama. “Ketidakjelasan status kelembagaan BP menghambat operasional dan koordinasi antara instansi terkait, serta tumpang tindih kewenangan antara pusat, daerah, dan BP yang membuat birokrasi semakin rumit,” ungkap Faisal.
Masalah ini turut berdampak pada kesulitan BP di Bintan, Tanjungpinang, dan Karimun dalam memungut pendapatan dari aktivitas ekonomi yang terjadi di kawasan FTZ. Selain itu, kurangnya infrastruktur pendukung dan insentif investasi yang belum memadai menjadi tantangan besar dalam menarik investor. Faisal juga menambahkan bahwa hingga saat ini, Kuasa Pemegang Anggaran (KPA) untuk ketiga BP tersebut masih berada di tangan BP Batam, yang dapat dilihat pada laman LPSE BP Batam, dimana proyek infrastruktur dan non-infrastruktur dari tiga BP tersebut terlihat jelas.
Para pimpinan BP mendesak pemerintah pusat untuk segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) guna memperkuat landasan hukum bagi BP dan memastikan pengelolaan FTZ berjalan lebih efektif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41/2021. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Kepri Nyanyang Haris Pratamura menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk menyelesaikan masalah legal standing bagi seluruh BP di Kepri, kecuali BP Batam. “Kami membutuhkan investasi menyeluruh, bukan hanya di Batam, tapi juga di Bintan, Tanjungpinang, dan Karimun,” ujar Nyanyang.
Nyanyang juga menyoroti persaingan yang semakin ketat dengan Johor-Singapore Special Economic Zone (JS-SEZ) dan Iskandar Economic Zone di Johor, Malaysia, yang lebih siap menarik investasi. Kepri, menurutnya, harus bergerak cepat untuk mengembangkan FTZ agar dapat lebih kompetitif. “Target investasi di Kepri pada 2025 cukup ambisius, yakni mencapai Rp7–15 triliun per semester. Namun, realisasi investasi masih terhambat akibat belum tuntasnya legal standing kelembagaan BP,” tambahnya. Dengan adanya kepastian hukum, BP Bintan, BP Tanjungpinang, dan BP Tanjung Balai Karimun diharapkan dapat beroperasi lebih optimal, seperti halnya BP Batam yang telah menunjukkan hasil positif dalam menarik investasi.