
DK-Tanjungpinang Zaidan Muharramain, Menteri Lingkungan Hidup BEM UMRAH sekaligus mahasiswa Manajemen FEB-Maritim UMRAH Tanjungpinang, menegaskan penolakannya terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dilaksanakan oleh Panbil Group di Pulau Tanjung Sauh, Batam. Berdasarkan sejumlah temuan dan laporan dari masyarakat setempat, ia menilai proyek ini sebagai bentuk eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. Lebih lanjut, proyek tersebut dinilai dapat merusak keseimbangan ekosistem pesisir serta berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat lokal.
Salah satu bentuk kerusakan yang disorot adalah hilangnya sekitar 5 hektar hutan bakau yang digusur untuk kepentingan proyek tersebut. Padahal, hutan bakau memiliki fungsi ekologis yang sangat penting, seperti mencegah abrasi dan menjadi habitat bagi berbagai biota laut. Tindakan ini jelas melanggar UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu, dampak langsung terhadap nelayan setempat sudah mulai terasa. Mereka melaporkan penurunan hasil tangkapan ikan akibat tercemarnya perairan dan terganggunya ekosistem laut. Zaidan menilai bahwa proyek ini lebih mengutamakan kepentingan ekonomi jangka pendek, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap keberlanjutan sosial dan ekologis masyarakat pesisir.
Reklamasi yang dilakukan untuk menghubungkan Pulau Tanjung Sauh Kecil dan Besar juga berpotensi merusak keanekaragaman hayati dan mengubah pola arus laut yang bisa berdampak pada ekosistem pesisir sekitar.
Dari sisi regulasi, proyek ini melanggar sejumlah undang-undang, di antaranya UU Nomor 27 Tahun 2007, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Sebagai langkah konkret, Zaidan meminta pemerintah untuk melakukan audit lingkungan independen guna menilai dampak proyek ini terhadap ekosistem dan masyarakat pesisir. Selain itu, ia mendesak evaluasi status PSN Pulau Tanjung Sauh agar lebih memperhatikan prinsip keberlanjutan dan regulasi lingkungan yang ada. Terakhir, ia mendesak KLH, BRGM, dan KKP untuk menindak tegas pelanggaran lingkungan yang terjadi dan memastikan adanya kompensasi yang adil bagi masyarakat yang terdampak, terutama nelayan.
Pembangunan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan harus memikirkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat, terutama di tengah ancaman perubahan iklim. Proyek-proyek besar harus memperhatikan prinsip ekologi, sosial, dan ekonomi secara komprehensif, agar dapat menjadi warisan yang baik untuk generasi mendatang.