BINTAN  

Banjir Rutin Landa Kampung Pisang, Warga Pilih Bertahan Meski Risiko Tinggi

“Meski Terus Terendam Banjir, Warga Kampung Pisang Tetap Memilih Tinggal Karena Faktor Ekonomi dan Keterikatan Emosional”

Marfuah bersama dua warga Kampung Pisang memilah baju layak pakai, sumbangan dari warga lain (Dok:Rifqi)

DK-Bintan Kampung Pisang yang terletak di Kelurahan Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur, Bintan, sering kali menjadi langganan banjir, yang melanda kawasan tersebut hampir setiap tahun. Meskipun banjir menjadi masalah rutin, sebagian besar warga memilih untuk tetap tinggal di sana, termasuk Marfuah, seorang wanita berusia 65 tahun yang telah lama bermukim di rumah besar miliknya.

Marfuah, yang kini tinggal seorang diri setelah suaminya meninggal, mengungkapkan bahwa rumahnya sempat ditinggikan untuk menghindari banjir, namun tetap saja terendam air ketika hujan deras datang. “Rumah saya sudah ditimbun dengan tanah sebanyak 10 lori, tetapi tetap saja kebanjiran,” ungkapnya. Meski demikian, Marfuah merasa tidak ada niat untuk pindah, karena ia tak tahu kemana lagi harus pergi.

Marfuah sudah sangat terbiasa dengan banjir yang datang hampir setiap tahun. Saat air mulai naik, ia langsung mengungsi ke rumah keluarganya. “Banjir biasanya datang malam hari. Hari Jumat jam 11 malam, air masuk rumah, saya langsung pergi ke rumah keluarga,” cerita Marfuah. Meski rasa takutnya hampir hilang, ia tetap khawatir bila ular masuk ke dalam rumah saat banjir. “Yang saya takutkan kalau ada ular, katanya besar,” ujarnya.

Saat banjir datang, Marfuah hanya bisa menyelamatkan surat-surat berharganya, seperti sertifikat rumah. Sementara barang-barang lainnya, seperti mesin cuci dan perabotan rumah tangga, rusak terendam air. Setelah banjir surut, keluarga Marfuah datang untuk membantu membersihkan rumahnya yang tergenang.

Ketua RW 007, Sumarni, menjelaskan bahwa sekitar 75 kepala keluarga atau sekitar 236 jiwa terdampak banjir di Kampung Pisang. Ketinggian air saat banjir bahkan mencapai setinggi orang dewasa, karena rumah-rumah di kawasan tersebut berada dekat dengan parit yang mudah meluap. Sumarni menambahkan bahwa meskipun ada sebagian warga yang memiliki rumah di Kampung Kolam, banyak yang memilih untuk tetap tinggal karena faktor ekonomi dan keterikatan emosional dengan kampung halaman.

“Warga tidak ingin pindah, mungkin karena alasan ekonomi. Mereka sudah memiliki rumah di Kampung Kolam, tetapi memilih tetap tinggal di Kampung Pisang,” kata Sumarni.

Penulis: Rifqi LuthfiEditor: Herman