Desentralisasi di Pulau Berhala: Menimbang Efisiensi dan Identitas Wilayah

“ Mengoptimalkan Desentralisasi untuk Efisiensi Pelayanan Publik dan Menghormati Identitas Pulau Berhala”

Said Muhammad Raihan (Mahasiswa Umrah Ilmu Pemerintahan 2022) (Dok:DataKepri)

DK-Lingga Pulau Berhala, hsebuah pulau kecil yang terletak di Selat Malaka, kerap menjadi perdebatan dalam isu batas wilayah. Secara geografis, pulau ini lebih dekat dengan Jambi dibandingkan dengan Lingga, Kepulauan Riau, yang selama ini menjadi wilayah administratifnya. Kondisi ini menciptakan tantangan unik bagi implementasi desentralisasi, khususnya dalam hal efisiensi pelayanan publik dan penghormatan terhadap identitas wilayah.

Sebagai bagian dari Kabupaten Lingga, Pulau Berhala sering kali terabaikan dalam pelayanan publik. Letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan di Daik Lingga membuat akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan administrasi menjadi sulit. Penduduk Pulau Berhala lebih banyak bergantung pada Provinsi Jambi untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk perdagangan dan transportasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa kedekatan geografis tidak selalu sejalan dengan tata kelola administratif yang efisien.

Namun, Pulau Berhala bukan sekadar persoalan pelayanan publik. Pulau ini juga memiliki arti strategis bagi Kepulauan Riau, baik dari sisi sejarah maupun geopolitik. Sebagai bagian dari Kabupaten Lingga, pulau ini adalah simbol kedaulatan wilayah yang harus dijaga. Melepaskan Pulau Berhala dari Lingga bisa memicu resistensi sosial, terutama dari masyarakat yang melihatnya sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya mereka.

Saya melihat bahwa polemik ini seharusnya menjadi peluang untuk memaksimalkan manfaat desentralisasi. Ada beberapa opsi yang bisa diambil untuk menjembatani efisiensi pelayanan publik tanpa mengabaikan identitas Pulau Berhala. Pertama, pemerintah pusat bisa mendorong kerja sama antar provinsi, di mana Jambi diberikan kewenangan lebih besar untuk menangani pelayanan di Pulau Berhala, sementara status administratifnya tetap berada di bawah Kabupaten Lingga.

Kedua, Pulau Berhala dapat diberikan status khusus dengan pengelolaan yang lebih otonom. Dengan status ini, pengelolaan Pulau Berhala dapat lebih fleksibel, baik dalam aspek pelayanan publik maupun pembangunan infrastruktur.

Ketiga, perlu dilakukan kajian ulang secara menyeluruh terkait status administratif Pulau Berhala. Jika pemindahan ke Jambi terbukti lebih menguntungkan secara praktis, langkah ini bisa diambil dengan syarat bahwa identitas budaya dan historisnya tetap dihormati.

Pulau Berhala adalah potret kecil dari tantangan desentralisasi di Indonesia. Kasus ini tidak hanya berbicara soal pembagian wilayah, tetapi juga tentang bagaimana pemerintah dapat mendekatkan pelayanan kepada masyarakat tanpa mengabaikan nilai-nilai kultural yang ada. Saya percaya, dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis data, kita bisa menjadikan Pulau Berhala sebagai contoh sukses bagaimana desentralisasi dapat bekerja secara optimal untuk kepentingan masyarakat dan wilayah.

Penulis: BimantaraEditor: Herman