DK TANJUNGPINANG – PT Dani Tasya Lestari (DTL) melaporkan masalah perobohan Hotel Pura Jaya di Batam kepada Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Megat Ruri Afriansyah, pemilik Hotel Pura Jaya, mengunjungi kantor LAM Kepri di Tanjungpinang pada Kamis (21/11). Ia yang juga merupakan Ketua Saudagar Rumpun Melayu (SRM) Kota Batam, menyampaikan sejumlah ketidakberesan dalam sengketa terkait hotelnya dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang terjadi beberapa waktu lalu.
“Saya berharap dan memohon LAM mengeluarkan maklumat terhadap pergerakan yang akan kami lakukan. Perjuangan ini masih panjang,” katanya.
Kuasa Hukum PT DTL, Nurisman, menjelaskan bahwa kliennya merasa dirugikan atas pembongkaran hotel yang menurutnya dilakukan secara sepihak tanpa adanya kompensasi. Ia menambahkan bahwa perusahaan sudah berinvestasi sejak 1988.
“Kami sudah ajukan perpanjangan 2019 pengalokasian lahan. Namun ditolak dengan alasan bisnis plan tidak menarik,” ujar Nurisman.
Perobohan itu menambah kerugian, dengan total kerugian mencapai Rp400 miliar dan luas lahan yang terlibat sekitar 30 hektare.
Sementara itu, Ketua I LAM Kepri, Atmadinata, mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti pengaduan ini. Ia juga mencatat bahwa SRM merupakan bagian dari LAM Kepri.
“Tadi ada tiga hal kejanggalan-kejanggalan dalam perobohan hotel itu. Maka beliau (Ruri), sudah diperlakukan tidak adil oleh yang berwenang,” ujarnya.
Atmadinata menegaskan bahwa LAM, sebagai organisasi induk, wajib mendengarkan keluhan anggotanya dan mendukung upaya PT DTL dalam memperoleh hak-haknya.
“Kami mendukung penuh perjuangan Pak Ruri untuk mendapatkan hak-haknya dan mendapatkan keadilan kembali,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa pertemuan tersebut tidak memiliki muatan politik.
Sebelumnya, BP Batam merespon tudingan yang beredar mengenai pengakhiran alokasi lahan dalam pemberitaan media beberapa waktu lalu.
Ariastuty Sirait, Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam, memberikan klarifikasi mengenai tuduhan hoaks yang dilontarkan oleh Direktur Utama PT DTL, Ruri Afriansyah.
“Sebagai Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, saya ditunjuk menjadi juru bicara institusi. Semua yang kami sampaikan berdasarkan fakta dan data dari unit kerja terkait, tudingan saya bicara hoaks oleh Rury berarti melecehkan institusi BP Batam dan Kepala BP Batam,” kata Ariastuty di Batam Center, Selasa (19/11).
Ariastuty merinci tiga tuduhan yang disampaikan oleh Ruri, yaitu pertama, klaim bahwa PT DTL tidak mengajukan perpanjangan untuk lahan seluas 10 hektar untuk Hotel Pura Jaya. Kedua, soal ketidaklengkapan dokumen rencana bisnis dan kesanggupan membayar UWT. Ketiga, tentang pembatalan alokasi lahan 20 hektar milik PT DTL yang tidak dimanfaatkan.
Ariastuty menjelaskan bahwa alokasi lahan tersebut diberikan sejak Juni 1993, dan BP Batam mulai mengevaluasi lahan yang tidak dimanfaatkan pada tahun 2017. Setelah melalui evaluasi, BP Batam menerbitkan beberapa surat pemberitahuan dan pada Mei 2020, SK Pembatalan Alokasi Lahan diterbitkan.
Setelah itu, PT DTL mengajukan gugatan hukum, namun beberapa keputusan hukum telah dimenangkan oleh BP Batam, termasuk pada putusan kasasi dan PK tahun 2022.
Ariastuty menegaskan bahwa proses evaluasi dan pembatalan alokasi lahan yang dilakukan BP Batam sudah sah menurut hukum. Ia juga menyoroti bahwa tidak ada pembangunan yang dilakukan oleh PT DTL di lahan tersebut sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
“Kasus ini bolak balik digugat oleh PT DTL dan terbukti dimenangkan oleh BP Batam sebanyak berapa kali gugatan. Oleh sebab itu saya mengimbau kepada media dan media sosial yang menaikkan hal ini untuk cross check dulu, saya sesalkan sekelas media nasional pun tidak melakukan cross check kepada BP Batam,” tegas Ariastuty.