Kondisi Politik di Indonesia Saat Pandemi Covid-19

Kondisi Politik di Indonesia Saat Pandemi Covid-19

Dwi Santiya Arbi, mahasiswi prodi administrasi publik kampus stisipol raja haji tanjung pinang


Pada
saat pandemi di Indonesia masih melakukan kegiatanseperti biasanya. Setelah beberapa bulan kemudian, berbagaiNegara di dunia mulai melakukan lockwodn, dengan harapandapat memutuskan mata rantai penyebaran virus ini. LaluIndonesia juga mulai melakukan lockdown, dengan tidakmelakukan perjalanan ke luar Negara dan tidak menerima WargaNegara Asing masuk ke Indonesia.

Pada saat Indonesia melakukan lockdown, beberapa kotamulai menerapkan PSBB atau Pembatasan Sosial BerskalaBesar. Dengan menjaga jarak 2 meter, selalu mencuci tangansebelum dan sesudah melakukan kegiatan, selalu membawahand sanitizer kemana-mana, serta tidak lupa untuk selalumenggunakan masker. Bahkan, sekolah-sekolah yang ada di berbagai kota di Indonesia dirumahkan terlebih dahulu sampaiwaktu yang tidak bisa ditentukan. Agar tidak terjadi keramaiandan tidak menambah penyebaran virus Covid-19 ini.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpad, Ivan Darmawan menuturkan bahwa pandemi ini bukan pertama kali terjadi dalam sejarah manusia, tetapi di dalam setiap pandemimemang sudah terlihat bahwa tidak ada negara yang benar-benarsiap untuk menghadapinya. Sehingga, dampaknya terjadi di berbagai sektor (multisektor), bukan hanya terjadi krisiskesehatan, tapi juga krisis kemanusiaan.

Menurutnya, masa pandemi ini merupakan suatu krisis yang memang harus ditangani. Pemerintah itu sendiri memiliki peranyang sangat penting untuk menangani krisis pada masa pandemi ini. Oleh karena itu, pemerintah sangat diharapkan agar tepat dantanggap dalam mengambil sebuah keputusan. Sayangnya, pemerintah sering kali terburu-buru dan salah arah dalammengambil kebijakan yang berdampak kepada masyarakat di Indonesia.

Pemerintah di awal-awal pandemi malah menggenjot sektorpariwisata dan mengendorse influencer untuk mendatangkanwisatawan. Mereka malah menghabiskan uang miliyaran rupiah untuk memperbaiki sektor pariwisata. Padahal, itu adalah langkahyang salah,” ujar Ivan dalam Seminar Nasional.

Menurut Ivan, ada pula keterlambatan (early action) pemerintahdalam mengantisipasi dan mengendalikan Covid-19 di Indonesia. Dari perspektif hukum, awalnya pemerintah menerapkan kebijakanDarurat Kesehatan Masyarakat dan yang menjadi leading sectornya adalah Kementerian Kesehatan. Namun, pemerintah justrumenerapkan kebijakan mengenai darurat kebencanaan nasional danmenunujuk BNPB sebagai leading sector.

Indonesia dianggap masih kurang bijak dalam mengambilkeputusan, terlebih lagi dalam masa pandemi ini Indonesia malahmenghabiskan banyak uang. Padahal saat itu Indonesia sedangmelakukan lockdown, tidak menerima wisatawan yang ingin masukke Indonesia dan mengunjungi tempat pariwisata yang ada di Indonesia. Namun pemerintah mengambil keputusan yang dapatmerugikan Indonesia, terutama di bidang perekonomian.

Ada begitu banyak tantangan politik dan sosial selama pandemiini terjadi. Sebagai contoh yaitu negara berusaha memperkuatotoritas dan kedaulatannya saat krisis. Dalam menghadapi tantangantersebut, banyak masyarakat sipil di negara yang mencoba melawanterhadap kontrol ekstra yang diberlakukan oleh pemerintah. Negara mencoba untuk memaksakan kontrol akses kepada masyarakat, sehingga masyarakat ingin menolak operasi negara dengansolidaritas antara aktor global dan masyarakat sipil.

Kondisi politik dinilai memburuk dalam dua tahun terakhir,” kata Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas saat memaparkanhasil survei pihaknya secara daring, Selasa (19/10). ImbuhSirojuddin juga mengatakan bahwa Dibanding dua tahun lalu, kondisi politik dan penegakan hukum sekarang lebih buruk, sementara kondisi keamanan kurang lebih stabil,”

Selain  itu, pemerintah kota dan pusat yang ada di Indonesia jugaada saling koordinasi yang satu dengan yang lain. Sehingga jikadalam keadaan darurat, dimana pemerintah harusnya mengambilkebijakan atau keputusan sesuai dengan penanggulangan darurat. Namun, karena pemerintah kota dan pusat tidak ada koordinasimenyebabkan tidak sinkronisasi antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, masyarakat Indonesia juga harusnya memberi dukungandan semangat kepada pemerintah, agar pemerintah Indonesia dapatmenangani berbagai permasalahan dalam pandemi ini dengantenang dan tidak mengambil keputusan secara terburu-buru.

Beberapa Negara sudah memberi gambaran tentang penanganandi masa pandemi Covid-19 yang buruk bisa memicu krisis politik. Begitu juga saat negara tengah menghadapi krisis politik, pandemiCovid-19 bisa memperdalam masalah yang ada. Kondisi itusemestinya bisa mengingatkan para politisi untuk memprioritaskanpenanganan pandemi Covid-19 daripada ego meraih kekuasaan.

Jika diihat dari pada kondisi di Indonesia, dengan masihtingginya kasus Covid-19 terutama karena varian Delta, tokohpolitik justru berlomba mencari perhatian publik dengan memasangberbagai baliho. Ada juga perang sesama politisi denganmengerahkan buzzer di media sosial. Jika tidak ingin jatuh padakrisis, sebaiknya fokus para politisi tetap pada menangani pandemiCovid-19. Jika di tengah kondisi krisis kesehatan, para politisi hauskekuasaan, saatnya tandai mereka untuk tidak lagi dipilih di pemiluselanjutnya. Para politisi  hanya memikirkan bagaimana cara agar iadipilih oleh masyarakat Indonesia, sedangkan untuk menanganipandemi Covid-19 saja mereka masih kualahan. Tetapi malahmemikirkan tentang dirinya sendiri, dan memikirkan bagaimanacara untuk mendapatkan kekuasaan. Ini sudah menunjukkan bahwapolitik di Indonesia mulai memburuk, terlebih lagi di masa pandemisaat ini. Pergerakan politik pada tahun 2021 semakinmengedepankan egonya masing-masing. Tidak memikirkan keadaanmasyarakat Indonesia ditengah pandemic seperti ini. MeskipunIndonesia sudah di tahap PPKM level 3, namun kondisi Indonesia masih harus tetap di perhatikan agar pandemi ini tidak ada lagi. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *