Jakarta, CNN Indonesia — Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding menyatakan partainya setuju jika Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) diterapkan kembali di periode pemerintahan selanjutnya andai Presiden Joko Widodo memenangkan Pilpres 2019.
“Saya [PKB] setuju. Saya dan PDIP setuju,” ucap Karding di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (7/7).
Dia menampik parpol lain tidak sepakat jika GBHN diterapkan kembali. Menurutnya, parpol yang tergabung dalam koalisi sebenarnya belum membahas soal penerapan kembali GBHN. Sejauh ini, koalisi masih fokus merancang visi dan misi Jokowi yang akan diserahkan ke KPU. Termasuk pula konsep pelaksanaan pemerintahan selanjutnya yang bersifat teknis.
“Baru dua [PDIP dan PKB] itu karena belum dibahas,” ucap Karding.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sendiri belum mau bicara banyak soal rencana penerapan kembali GBHN di periode selanjutnya. Dia tidak mengiyakan apakah semua parpol koalisi pendukung Jokowi telah sepakat GBHN diterapkan kembali.
Hasto hanya menjawab sepatah kalimat meski sebelumnya kerap menyuarakan betapa pentingnya GBHN terhadap laju pembangunan Indonesia.
“Intinya kita ingin memperkuat MPR,” ujar Hasto.
Sekjen NasDem Johnny G Plate mengatakan hal yang kurang lebih sama. Dia mengatakan perlu ada suatu rancangan pembangunan yang bersifat jangka panjang.
“Harus ada perencanaan pembangunan yang berkesinambungan. Dan itu gerakan perubahan. Itu sesuai dengan gagasan NasDem,” kata Johnny.
Johnny tidak menyebut secara gamblang NasDem bakal sepakat GBHN diterapkan kembali. Menurutnya, substansi dari GBHN berupa rancangan pembangunan jangka panjang yang perlu disepakati.
“Bukan GBHN nya. Substansinya. Memang kami melihat arah negara harus jelas. Perspektifnya jangka panjang. Itu soal visi dan misi,” ucap Johnny.
Soal visi dan misi Jokowi di Pilpres 2019 mendatang, Johnny mengklaim sudah selesai dibuat oleh parpol koalisi. Dia belum mau merinci garis besar visi dan misi yang telah rampung dibuat.
Johnny mengatakan tim kampanye pun hampir selesai dibuat. Hanya tinggal menunggu Jokowi menggunakan kewenangannya untuk memfinalisasi tim kampanye.
“Ketuanya nanti diskresinya presiden. Sekretaris dan bendahara presiden,” kata Johnny.
Akomodasi Kepentingan Parpol
Pembahasan Nawacita jilid II dilakukan secara maraton setelah para Sekjen Parpol menemui Jokowi di Istana Bogor, pekan lalu.
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan pembahasan Nawacita jilid II dilakukan secara terbuka dengan menerima masukan konsep dari masing-masing sembilan parpol koalisi. Masing-masing dari mereka mengulas capaian Nawacita jilid I.
“Pembahasan kita lebih melakukan review atas pelaksanaan capaian Nawacita yang pertama, kita anggap yang kurang, ini kita anggap ini sudah cukup, diinikan, ini yang belum ada,” kata Arsul.
PPP misalnya, kata Arsul, mengusulkan konsep pemberdayaan lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren dan tanah wakaf untuk masuk dalam Nawacita jilid II.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan Nawacita jilid II Jokowi menjadi jembatan untuk menatap visi Indonesia 2045.
“Benang merahnya sangat jelas. Di situ itu nanti antara Nawacita pertama menuju Nawacita kedua dan kemudian visi Indonesia untuk 2045,” kata Hasto.
Libatkan KSP
Menurut Arsul, perumusan draf Nawacita jilid II tidak hanya disusun sembilan partai politik koalisi pendukung Jokowi.
Sejumlah pihak dilibatkan seperti tim ahli, Kantor Staf Presiden (KSP) hingga masukan berbagai unsur organisasi kemasyarakatan maupun keagamaan seperti usulan enam poin dari PP Muhammadiyah.
“Tadi misalnya yang hasil pertemuan Gedung Juang tadi tim dari teman-teman KSP yang membantu. Itu kan sudah menunjukkan bagaimana narasinya dalam draf Nawacita itu,” ujar Arsul.
Rencananya, kata Arsul, setelah Nawacita jilid II didaftarkan menjadi visi misi Jokowi dan cawapresnya, akan ada perbaikan lagi dengan memanfaatkan rentang waktu 30 hari yang diberikan KPU.
Arsul tak menampik jika Nawacita jilid II atau sembilan program prioritas pemerintahan Jokowi pada periode lima tahun ke depan, menjadi lahan untuk mengakomodasi kepentingan parpol koalisi.
“Pasti ada unsur mengakomodasi, dan ini memang lebih partisipatoris,” ujarnya.
Meski mengakomodasi kepentingan parpol koalisi, Arsul mengklaim pembahasan Nawacita jilid II bukan ajang untuk bagi-bagi kekuasaan dalam pemerintahan (power sharing).
“Tidak ada, ini memang agak aneh juga. Kita itu enggak pernah ngomong ini itu segala macam,” katanya. (gil/Hs)